Kajian Model Arsitektur Keraton Banjar   1 comment

Model Keraton Banjar di Martapura

 

Tim Peneliti: Bani NM; Naimatul Aufa; Wajidi; Bambang Wiku; M Arif.

(Laporan akhir penelitian selengkapnya ada di Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan; 2010)

KESIMPULAN.

Berdasar hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka upaya untuk mewujudkan kembali (membangun) keraton Banjar dapat dilaksanakan dengan pendekatan model bentuk dan lokasi yang sesuai berdasar hasil penelitian.

Model arsitektur keraton Banjar di Kalimantan Selatan adalah bangunan yang menyerupai rumah bubungan tinggi sebagaimana yang dikenal masyarakat Banjar selama ini. Untuk itu itu, upaya untuk merekonstruksi kembali istana kerajaan Banjar sebagaimana harapan sebagian besar masyarakat Kalimantan Selatan dapat diwujudkan dengan membuat memanfaatkan warisan peninggalan bangunan yang sudah ada di salah satu lokasi, yaitu di Desa Teluk Selong Ulu, kecamatan Martapura.

Namun demikian, rencana kegiatan rekonstruksi istana kerajaan Banjar dengan mengambil pendekatan rumah bubungan tinggi harus tetap mempertahankan ciri khas yang ada pada rumah bubungan tinggi tersebut, baik peruangan maupun bentuk bangunan. Sebagai istana kerajaan Banjar, terdapat 2 tipologi arsitektural pada rumah bubungan tinggi yang harus dipertahankan, yaitu; (a)tipologi ruang, mencakup susunan ruang, jenis ruang, dan fungsi ruang,  serta (b)tipologi bentuk bangunan, yaitu simbolisasi cacak burung, keberadaan anjung, dan bentuk atap (atap sindang langit, bubungan, anjung, dan hambin awan).

Selanjutnya, untuk memperkuat kewibawaan dan nilai budaya, maka perlu memperkuat keraton Banjar dengan berbagai bangunan penunjang yang berfungsi mendukung kegiatan keraton Banjar, seperti istana raja, kediaman raja, kediaman keluarga raja, bangsal/balai, tembok dan gerbang, halaman, masjid, dermaga, dan penunjang lainnya seperti taman istana dan berbagai jenis tanaman/vegetasi lokal. Dari berbagai bangunan yang ada, maka karakteristik kemelayuan Banjar tetap harus muncul, yaitu melalui penggunaan warna dan bentuk ornamen ukir. Dan kesemua karakter ini dapat diimplementasikan pada bangunan yang ada.

SARAN.

Untuk mendukung kegiatan pembangunan model arsitektur Keraton Banjar di Kalimantan Selatan, maka tim peneliti menyarankan  sbb:

Untuk mendukung upaya realisasi pembangunan model arsitektur keraton Banjar di Kalimantan Selatan, maka yang menjadi kunci keberhasilannya adalah keberadaan “raja” Banjar itu sendiri. Dan untuk penelitian model arsitektur yang kami laksanakan, tujuan dan hasilnya juga akan sangat bergantung pada hal tersebut. Keberadaan raja atau sultan akan menjadi penentu dalam berbagai aspek detail desain keraton nantinya. Dari hasil penelitian (selama proses pengumpulan data dan analisis) diketahui bahwa;

–     Penentuan lokasi keraton dan juga alasannya tidak dapat dilepaskan dari keputusan raja, sebab secara spiritual dan konsepsi, penentuan lokasi adalah suatu keputusan yang sakral bagi masa depan kerajaan Banjar.  Termasuk penentuan makna filosofis tata letak bangunan, jumlah massa bangunan, dan fungsi bangunan dalam kompleks kerajaan adalah berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan kerajaan. Untuk itu tidak ada yang lebih memahami dimana lokasi, bagaimana bentuk, dan untuk apa bangunan yang ada dalam kompleks keraton Banjar selain raja. Berdasar hasil penelusuran kepustakaan, wawancara, dan pengamatan lapangan diketahui tidak ada konsep/teori yang baku tentang formalitas sebuah keraton, justru sebaliknya dalam setiap periode kepemimpinan raja, keraton selalu berkembang secara dinamis dalam kerangka konsepsi filosofis yang dianut oleh raja sebagai refresentasi adat dan tradisi budaya masyarakatnya. Dengan kata lain, seandainya pemerintah daerah (dalam hal ini Balitbangda) memfasilitasi terwujudnya keraton Banjar berdasar pendekatan kajian ilmiah (penelitian) arsitektural, maka tetap tidak ada jaminan bahwa hasilnya sesuai dengan harapan penggunanya. Dalam kondisi isi maka terlalu besar resiko ketidaksesuaian performa/kinerja bangunan keraton nantinya.  Namun demikian bukan berarti tidak ada solusi. Solusinya adalah bahwa dalam proses mewujudkan keraton Banjar, maka pengambil keputusan, yaitu raja atau setidaknya pemangku adat, sebaiknya telah ada atau terbentuk dan Balitbangda dalam hal ini dapat bertindak selaku instansi pertama yang berkompeten memberi masukan kepada pihak yang berkepentingan (raja/pemangku adat).

–          Simbol-simbol kerajaan,  baik berupa pataka, aksara, tembang, benda pusaka, dan berbagai simbol lainnya juga merupakan hasil buah pikir kebijaksanaan raja. Walaupun dalam prosesnya berbagai masukan diberikan oleh seluruh unsur yang ada (pemangku adat, rakyat, pemerintah, profesional, dll), namun penentu dan pemberi makna atas simbol-simbol tersebut adalah raja atau pemangku adat.

–          Berbagai adat/tradisi budaya Banjar yang wajib dijalankan dalam rangka pembinaan kehidupan masyarakat Banjar, adalah salah satu kewajiban yang menjadi tugas kerajaan untuk menjalankan dan melestarikannya. Berbagai kegiatan/upacara yang diadakan akan terasa hidup dan memiliki makna yang sangat dalam jika diselenggarakan oleh kerajaan Banjar dan dipimpin langsung oleh raja. Agar adat dan tradisi Banjar yang terbukti bernilai mulia tetap lestari dan semakin meningkatkan kemuliaan hidup generasi muda Banjar, maka tugas kerajaanlah/rajalah untuk menjaganya.

–          Menegakkan hukum kerajaan yang berdasarkan syariat Islam sebagaimana yang pernah dirintis oleh Sultan Adam pada masa sebelumnya. Walaupun negara telah memiliki hukum positif, beberapa aspek hukum yang bersifat lokal/adat tetaplah harus ditegakkan oleh kerajaan untuk menjamin kehidupan yang lebih baik bagi warganya.

–          Selain aspek-aspek di atas, masih banyak sekali aspek lainnya yang harus dihidupkan dan dilestarikan dalam rangka pembangunan keraton Banjar, sebab jika tidak demikian maka keberadaan keraton Banjar nantinya tidak lebih daripada hanya sebuah bangunan saja. Tidak akan ada kehidupan di dalam kerajaan, dan tidak akan ada dampaknya bagi pengembangan budaya Banjar.

Keberadaan raja sangat berarti bagi keberlangsungan keraton Banjar setelah dibangun, baik secara fisik maupun non fisik. Menurut hasil penelusuran dan fakta-fakta yang ada, sebaik apapun desain keraton, semegah apapun bangunan keraton, dan semahal apapun biaya pembangunan keraton, maka dapat diprediksikan setelah beberapa waktu semuanya akan menjadi kumpulan benda mati semata atau hanya menjadi sebuah museum belaka jika tidak ada kehidupan di dalamnya. Sedangkan harapan kita semua tentunya keraton tersebut akan “hidup” dengan berbagai aktivitasnya. Aktivitas sebuah keraton tentunya ditandai adanya raja yang memimpin, memelihara, dan menjada adat tradisi budaya, adanya benda-benda pusaka kerajaan yang benar-benar berfungsi sebagai simbol pemersatu, pembangkit semangat, dan adanya adat tradisi budaya yang benar-benar dijalankan.

Secara fisik, keberadaan raja (dengan didukung perangkat di bawahnya yang akan dibentuk kemudian) akan menjamin adanya pemilik/pemelhara yang benar-benar merasa memiliki secara emosional atas keberadaan keraton tersebut.

Secara non fisik, keberadaan raja akan mampu menjadi pemimpin dan menyelenggarakan seluruh kegiatan seremonial kerajaan, memelihara tradisi budaya yang ada sesuai falsafah hidup kerajaan Banjar, dan menegakkan adat budaya yang wajib terpelihara demi keberlangsungan budaya Banjar. Sebab semakin lunturnya pengetahuan akan adat dan tradisi budaya Banjar akan berujung pada hilangnya identitas budaya masyarakat Banjar di kemudian hari/generasi mendatang.

Sehubungan dengan itu, bersamaan atau sesudah kegiatan penelitian model arsitektur keraton Banjar ini, maka pemerintah daerah kiranya dapat memprakarsai/menggagas pertemuan para ahli waris/keturunan kerajaan Banjar untuk kembali meneruskan tradisi kepemimpinan kerajaan Banjar dengan mengangkat kembali seorang raja Banjar atau setidaknya terbentuknya pemangku adat yang bertindak mewakili raja.

Jika beberapa saran di atas belum cukup, maka dapat dilakukan penelitian ilmiah terkait aspek sosial budaya yang berkaitan dengan perlunya figur raja bagi Kerajaan Banjar, kemungkinan untuk mengembalikan kekuasaan dan hakekat raja Banjar, serta aspek-aspek lain yang terkait dengan keberadaan raja atau sultan Kerajaan Banjar.

Posted 20/07/2010 by bnm in Riset

One response to “Kajian Model Arsitektur Keraton Banjar

Subscribe to comments with RSS.

  1. Ada yg punya foto terbaru keraton banjar ga ?

    مُحَمَّد

Leave a reply to مُحَمَّد Cancel reply